Tak Cukup Rehabilitasi Mangrove, Wan Abubakar: Bangun Tanggul Pemecah Gelombang

0
2483

PEKANBARU – Mantan Gubernur Riau Drs H Wan Abubakar, MSi menegaskan, untuk mengatasi abrasi di sepanjang pesisir Riau tak cukup hanya dengan program rehabilitasi mangrove saja. Tetapi mesti diikuti dengan membangun tanggul-tanggul pemecah gelombang untuk mengatasi pengikisan daratan yang semakin mengkhawatirkan di sejumlah pulau di Riau.

“Saya sependapat dengan apa yang disampaikan Pak Syamsuar (Gubernur Riau,red) di Kendari (Sultra). Tidak bisa hanya sebatas percepatan rehabilitasi mangrove untuk mengatasi abrasi di Riau. Sudah semestinya diikuti dengan membangun tanggul-tanggul pemecah gelombang,” kata Wan Abubakar kepada media, Jumat (11/2/2022), di Pekanbaru.

Ketika Presiden Joko Widodo berkunjung ke Bengkalis beberapa waktu lalu untuk meninjau program penanaman mangrove, menurut Wan Abubabakar, ia juga sudah pernah menyampaikan bahwa perlu diikuti dengan membangun tanggul-tanggul pemecah ombak agar mangrove yang ditanam tidak sia-sia. Sebab kondisi gelombang laut yang tinggi di kawasan Selat Malaka, akan membuat manggrove atau pohon bakau yang ditanam akan kembali tersapu ombak.

“Sewaktu di Komisi IV (DPR-RI) dulu saya pernah meninjau program penanaman mangrove di Teluk Jakarta yang berhasil karena dibarengi dengan pembangunan tanggul pemecah ombak. Itu bagus dan perlu dicontoh untuk program yang sama di daerah lain, termasuk Riau,” kata mantan legislator DPR-RI asal Dapil Riau dari Fraksi PPP tersebut.

Karena itu mantan Gubernur Riau ini meminta kepada pemerintah pusat, baik Kementrian PU, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Badan Restorasi Gambut (BRG) untuk dapat mengalokasi anggaran yang lebih besar guna membangun pemecah gelombang di sepanjang pantai di Riau, khususnya tiga pulau terluar, yakni Pulau Rangsang, Pulau Bengkalis dan Pulau Rupat.

“Berdasarkan pengalaman yang dulu-dulu, dalam membuat perencanaannya pemerintah pusat juga mesti komprehensif, jangan parsial saja, membantu daerah-daerah mengatasi masalah abrasi. Ingat program reboisasi yang hasilnya sampai hari ini tidak kelihatan,” kritik Wan Abubakar.

Baca Juga  Aspiratif dan Komunikatif, Sekwan DPRD Riau di Mata Wartawan

Rehabilitasi Manggrove

Terkait penanganan abrasi pantai di Riau, sebelumnya Gubernur Syamsuar bersama delapan Gubernur lainnya telah meneken komitmen percepatan Rehabilitasi Mangrove. Penandatanganan itu berlangsung di Kendari, Sulawesi Tenggara, bersempena Peringatan Hari Pers Nasional (HPN), Selasa (8/2/2022) lalu, dan disaksikan Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan, Bambang Supriyanto, dan Kepala Badan Restorasi Gambut dan Mangrove, Hartono.

Sedangkan sembilan Provinsi prioritas yang menandatangani komitmen percepatan rehabilitasi mangrove itu masing-masing Provinsi Riau, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Papua, dan Papua Barat.

Pada kesempatan itu Gubri Syamsuar menyebutkan bahwa tiga pulau di wilayahnya mengalami abrasi sangat tinggi. Tiga pulau itu antara lain Pulau Rangsang, Pulau Bengkalis dan Pulau Rupat. Abrasi tersebut akibat pengikisan pantai yang diakibatkan oleh gelombang laut dan arus laut atau pasang surut. “Akibat abrasi tinggi maka mangrove di tiga pulau itu juga mengalami kerusakan, sehingga percepatan rehabilitasi mangrove diperlukan,” ujar Syamsuar.

Ia mengungkapkan, rehabilitasi mangrove dibutuhkan karena keberadaan hutan mangrove berfungsi mengendapkan lumpur di akar-akar pohon bakau, sehingga dapat mencegah terjadinya intrusi air laut ke daratan.

Syamsuar juga menjelaskan bahwa Pemprov Riau berkomitmen dalam pelestarian mangrove. Apalagi tiga pulau di Riau yang mengalami abrasi itu berhadapan langsung dengan Malaysia atau Selat Malaka. “Ada tiga Pulau yang abrasinya sangat tinggi sekali dan itu semuanya mangrove, yaitu Pulau Rangsang, Bengkalis dan Rupat, sehingga dibutuhkan rehabilitasi mangrove,” jelas dia.

Meski begitu, kata Syamsuar, mengatasi persoalan abrasi tidak cukup hanya dengan rehabilitasi mangrove saja. Program tersebut mesti sejalan dengan pembangunan tanggul pemecah gelombang mengingat kondisi tanah Riau yang rata-rata adalah gambut. “Kalau (tanggul) pemecah gelombang tidak dibangun, maka mangrove yang ditanam tersebut akan terkikis lagi oleh hantaman ombak besar,” papar Syamsuar.

Baca Juga  Soal Konflik Lahan, Marwan Yohanis: Pansus DPRD Riau Telah Keluarkan Sejumlah Rekomendasi

Gubri sendiri mengaku telah beberapa kali mengadakan rapat bersama Pemerintah pusat, termasuk di Kantor Menkoinves, untuk membahas persoalan abrasi yang telah mengikis daratan sepanjang 167 km di tiga pulau terluar Riau tersebut. Pembahasan tersebut dalam rangka untuk mendapatkan dukungan bantuan pemerintah masuk dalam RPJMN.

Sejauh ini menurut catatan media ini, pembangunan tanggul pemecah gelombang di Riau sebenarnya sudah mulai dilakukan sejak tahun 2019 lalu yang anggarannya bersumber dari Kementrian PU. Namun baru satu lokasi saja yakni di Desa Tanah Merah, Kecamatan Rangsang Pesisir, Kabupaten Kepulauan Meranti. “Dan ini perlu untuk terus diperluas ke kawasan pulau-pulau terluar lainnya di Riau, baik di Bengkalis dan Rupat,” tambah Wan Abubakar.

Selain di Meranti, pembangunan tanggul pemecah gelombang juga sudah dilakukan di Kabupaten Bengkalis, tepatnya di Pantai Wisata Raja Kecik, Kecamatan Bantan. Pembangunan tanggul pemecah gelombang ini memanfaatkan potensi atau kearifan lokal yang merupakan inovasi Lembaga Swadaya Masyarakat Ikatan Pemuda Melayu Peduli Lingkungan (LSM-IPMPL)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini