Mengalah, Taklah Selamanya Kalah

0
2668
Photo : Google.com

demi mencapai tujuan yang bernama harmonisasi kehidupan itu, satu misal, tempo-tempo kita malah dituntut mengedepankan kearifan diri. sebab, bila kita menonjolkan ego pribadi dengan mengenyampingkan kearifan diri, bisa memicu terjadinya letupan-letupan. karna pada saat bersamaan, pihak lain juga tengah bersikukuh untuk mengedepankan ego individualnya.

satu contoh kasus dalam mengemudi kendaraan. ketika kita merasa sudah berjalan di atas rel yang benar sesuai dengan aturan dan undang-undang lalu lintas, pada saat bersamaan ada pihak lain yang terkesan memaksakan kehendak dengan cara menafikan apa yang kita anggap benar: kalau kita tetap ngotot, sementara pihak di sebelah juga bersikap serupa, bisa dibayangkan apa yang terjadi.

artinya, dalam melakoni semua hak pribadi yang melekat di setiap individu, baik yang dilindungi oleh undang-undang dan peraturan formal maupun yang bersumber dari norma-norma yang berlaku di tengah masyarakat, ada saatnya kita dituntut mengalah untuk sebuah tujuan yang besar. sebuah sikap yang mengalah yang tidak berarti kalah secara harfiah, tapi justru akan dinanti oleh sebuah kemenangan yang besar.
dengan bahasa lain, di tengah kita menjalankan apa-apa yang menjadi hak pribadi yang melekat di diri kita, kita juga dituntut untuk memahami karakter dan tingkah laku oranglain yang beragam dan tidak akan pernah seragam. bukan dengan maksud mencari-cari kelemahan oranglain, tapi justru lebih didedikasikan untuk mencapai tujuan yang besar yang bernama harmonisasi kehidupan.

kuncinya, seperti disinggung di atas, dalam banyak momen kita dituntut mengedepankan kearifan diri, yang bersumber dari cara pengendalian diri yang terbaik. pengendalian diri bersumber dari bagaimana cara kita melokalisasi emosi: ada saat untuk mengalah kalau kondisi memang menuntut demikian agar terhindar dari benturan dan letupan, dan ada saatnya pula kita menumpahkan emosi kalau kondisi memang menghendaki demikian.
kalau sudah secermat dan sehati-hati itu kita membawakan diri, bahkan sering mengalah dalam keadaan dan kondisi memang menuntut seperti itu, semisal masih juga terjadi benturan dan konflik dengan pihak lain, itu namanya sudah takdir. sebaga hamba Allah yang lemah dan dhoif, hal tersebut sudah bisa di kategorikan dengan takdir. siapa umat manusia yang bisa lari dari takdir yang telah digariskan kepadanya.

Baca Juga  Empat Pertanyaan Besar Tentang AI di Tahun 2025: Analisis Komunikasi Krisis

tuntutan ini dipaparkan bukan dengan maksud untuk menggurui, tapi tidak lebih dengan satu tujuan besar, yaitu untuk tetap terjaganya harmonisasi di dala kehidupan. bukankah harmonisasi kehidupan yang terpelihara dengan baik akan mendatangkan kenyamanan bagi semua?****
penulis adalah pemimpin umum/pemimpin redaksi majalah “Pena Amira”