Pekanbaru (Gomediaku.com) – Sebanyak lima petugas penggali kubur suspect Covid-19 di TPU Tengku Mahmud Kota Pekanbaru hingga kini tidak pernah mendapatkan swab dari instansi terkait. Meskipun, sebenarnya kelimanya beresiko tinggi tertular Covid-19.
“Sejak pertama kali memakamkan jenazah suspect Covid-19 pada bulan April lalu, kami sekalipun belum pernah di-Swab,” kata Subhan Zein, satu dari lima penggali kubur itu kepada Gomediaku.com, Senin (7/12).
Menurutnya, mereka sendiri sering merasa was-was, jika penyakit yang mengerikan itu ditularkan oleh jenazah suspect Covid-19 yang mereka makamkan. Walaupun, nyatanya, peti para jenazah itu telah dibungkus dengan plastik.
“Kekhawatiran akan terdampak dapat sedikit berkurang dengan penggunaan APD dan mengikuti protokol kesehatan dengan tepat,” ungkapnya.
Kompleksitas birokrasi ini, ternyata tidak sebanding dengan anggaran penanganan Covid-19 yang cukup besar. Dan, tidak memiliki skala prioritas.
Anggota Komisi IV DPRD Riau, Ade Hartati Rahmat mengatakan realokasi anggaran untuk penanganan Covid-19 mencapai Rp 481 miliar. Bahkan, katanya, anggaran untuk penanganan kesehatan dan jasa pemeriksaan pasien yang totalnya Rp 63 miliar itu, hanya terpakai Rp 14,18 miliar saja.
“Ini belum termasuk anggaran untuk stimulan ekonomi sebesar Rp 25 miliar, yang hingga kini belum terpakai sama sekali,” katanya.
“Transparansi penggunaan anggaran sangat penting, Anggaran bantuan sosial tunai yang mencapai 260 milyar dan didistribusikan melalui 6 kabupaten kota belum ada kejelasan terkait jumlah penerima, nama penerina dan alamat penerima. Operasional sebesar 5,7 milyar juga sangat besar dan belum ada keterbukaan penggunaannya. Bantuan sosial tidak terencana, 3,9 milyar juga belum ada kejelasannya apakah tumpang tindih dengan bantuan yang bersumber dari CSR,” terang Ade pada AmiraRiau Sabtu (12/12/2020).
“Harapannya Pemko harus memiliki komitmen yang jelas terkait intensif penggali kubur,” tutup politisi PAN tersebut.
Namun, hingga kini, tetap belum terjawab, apakah dana untuk tes swab kelima penggali kubur itu juga telah dianggarkan, atau, malah tidak sama sekali.
Padahal, jika menurut keterangan Bambang, seorang penggali kubur yang lain, bahkan untuk tiga dari empat anaknya yang bersekolah saja, ia tidak mendapatkan bantuan, melainkan menggunakan biaya sendiri.
“Waktu itu pernah dapat bantuan, ya pulsa internet yang dari pemerintah. Tapi ya itu, anak saya kan masih SD, tidak banyak menggunakan data internet karena tugasnya diambil ke sekolah seminggu sekali kemudian dikumpulkan kembali ke sekolah sesuai perintah gurunya. Kalau bantuan dalam bentuk lain memang belum ada,” terang Bambang.
Meskipun demikian, katanya, mereka berlima tetap bertugas seperti biasa. Dengan jam kerja 24 jam per hari, dan dengan rasa takut, jika penyakit itu menular kepada mereka, dan anggota keluarga mereka yang lain.*